Minggu, 21 Agustus 2016


Bubuk Kopi Sang Kakek Pemarah
Karya oleh Ifan Ahmad

Rindu menggelintir dari hati terdalam menuju perdesaan yang penuh dengan kenangan. Kenangan secangkir kopi Wamena, kopi terlezat yang lidahku sudah berdebu tidak menikmatinya. Seorang pahlawan berjanggut putih yang lebih kurindukan daripada kopi yang ia suguhkan waktu itu. Tanpa hadirnya  kakek itu, kecil kemungkinan untuk menjadi diriku yang sekarang. Pengalaman pahit yang setelah kuhirup manisnya kopi Wamena itu membuatku mengerti arti sesungguhnya kebaikan dalam diri seseorang.
Setibanya di kebun kopi milik Sang Kakek, terkenang lagi pengalaman 10 tahun yang lalu itu. Saat itu aku adalah anak manja yang berusia 15 tahun, bertamasya dengan kedua orang tua-ku merupakan hal yang menjengkelkan ketika aku tahu bahwa aku dibohongi oleh kedua orang tua ku yang sebelumnya memberitahu bahwa kami akan berlibur keluar negeri, nyatanya hanya ke tempat terpencil.  “Mana seru kalau begini yang mama papa bilang liburan, gaada asik asiknya.” Ketusku saat diperjalanan, Ayah sedikit menoleh kebelakang dan tersenyum tulus, dan ibuku sedikit terlihat menyembunyikan kesedihan, namun karena manjanya aku saat itu jangankan bertanya-tanya perdulipun tidak.
Sampai di suatu desa yang sangat terpencil dekat hutan yang begitu terkesan tidak menyambut kedatanganku. Ayahku memarkirkan mobil tua-nya, Ibu selalu memalingkan wajahnya dari pandanganku. Lagi dan lagi akupun saat itu tidak begitu memperdulikannya. Kami mampir ke warung kopi yang belakangnya kebun yang begitu subur,
“Itu kebun apa pa?” Tanyaku keheranan.
“Kebun yang menjadi saksi dimana seseorang pria gendut sepertimu menjadi gagah suatu hari nanti, kebun kopi terlezat, milik sang kakek pemarah, Tuk Awun.” Tutur ayahku.
Bibirku mengerut tanda tak terima dengan perkataan ayahku, “Setidaknya aku sehat dan bahagia.” Kesalku dalam hati. Kami bertiga duduk di warung kopi tersebut, lalu seorang pria berkumis tebal bernama Pak Soleh ini menawarkan kami makanan dan minuman hangat.
“Dimana kakek tua itu, leh?” Sahut ayahku.
“Setidaknya kamu itu menyebut namanya untuk menghormati dia, dasar kalong.” Jawab Pak Soleh sedikit tertawa.
Mereka berdua terlihat sangat akrab, tapi aku begitu fokus bermain gameboy dan tidak begitu memperhatikan percakapan mereka berdua. Namun ada yang ganjil saat Ayahku dan Pak Soleh saling berbisik, lalu kutatap Pak Soleh dengan tatapan sinis dan Pak Soleh pun menatap balik dengan tatapan seperti meremehkanku dan kemudian dia tertawa terbahak-bahak bersama Ayahku.
Setelah menyantap lezat makanan yang dibuat Pak Soleh itu, aku sedikit mengantuk dan meminta untuk istirahat, Ayahku pun mengerti. Kami pun diantar ke sebuah kamar, fasilitas yang buruk dan kasur yang sempit untuk kami bertiga menjadi keluhan lagi di hati seorang remaja yang manja ini. Dengan lemas aku menggelar tubuhku pada kasur yang sedikit keras, membuatku tidak bernafsu untuk tidur namun mata sudah memaksa tubuh ini untuk istirahat sebentar. Tiga sampai lima jam aku terlelap, dibangunkan oleh dinginnya gemercik hujan di malam hari. Dengan berat kutegakkan badanku, menguap sesekali tanda ingin tidur lagi. Perutku bunyi, sesaat rasa kantuk hilang berganti lapar. Bagai singa lapar, aku mengendus setiap sudut tempat. Sampai di warung kopi tadi aku menemukan Pak Soleh yang tergulai sedang mengorok.
“Pak, pak! Ada maleeng!” kuteriaki telinga Pak Soleh.
“Dimana? Dimana!?” latah Pak Soleh serentak keluar liur baunya menyembur wajahku.
“Di bungkus mie itu Pak, coba dimasak dulu pasti nanti ada malingnya” jawabku bergurau sambil kesal.
“Dasar gendut, bapak lagi mimpi bidadari malah kamu teriaki maling, kabur dah semua bidadari bapak” jawab Pak Soleh sambil membenarkan peci merahnya.
Lalu Pak Soleh pun memasakkan mie rebus dengan telur menu favorit restoran kampung elitnya itu. Setelah selesai dimasaknya, Kusantap dengan rakus dan ceroboh, “Aw lidahku..” Keluhku kesakitan karena kuah yang masih panas menyentuh lidahku. Pak Soleh tampak tertidur lagi, aku pun merinding antara rasa takut dan dingin. Seberang jalan tampak berkabut, dan tiba tiba terlihat bayangan berbentuk seseorang dengan tubuh kurus agak membunguk dengan cangkul dipundaknya. Aku guncang-guncangkan tubuh Pak Soleh, kuteriaki lagi seperti tadi. “Bodoamat dut” sahutnya sambil mengigau. Bayangan itu semakin mendekat, semakin dekat semakin peluh keringat dinginku. “Leh.. leh..” suara itu terdengar sangat menyeramkan, badanku yang seperti kuda nil pun berlari seperti kijang dengan rasa takut yang semakin membesar dan menuju kamar yang layak disebut kandang itu. Kututup pintu dengan keras dan kukunci, aku pun tidur dengan bantal mendekap di kepalaku. Tak terasa akupun tertidur dengan tegang dari rasa dingin malam dan takut.
“Hei, bangun!” suara itu terdengar lagi, untungnya kepalaku masih terdekap bantal. Dengan kasar bantal itu direbut dariku. “Lu ini manusia apa kerbau!?” suara itu semakin terdengar seperti amarah, lalu aku memberanikan untuk membuka mata. “Ternyata hanya seorang kakek, hahahaha!” aku tertawa terbahak-bahak. “Aw sakit tau” kepalaku dihantam jitakan kakek tua itu. “Sholat, kalo lu gamau sholat, lu gadapet jatah makan hari ini” bentak kakek itu. Aku langsung kabur mencari orang tua ku, tidak kutemukan batang hidungnya sekalipun. Aku menabrak Pak Soleh seraya panik,
“Dimana mama papa, Pak?”
“Nih kamu baca sendiri suratnya” jawab Pak Soleh sambil memberiku kertas.
Nak, mama dan papa pulang dulu ada urusan mendadak, kamu jaga diri baik-baik.. Turuti tuk Awun dan Pak Soleh. Jangan coba-coba kabur, mama dan papa menjemputmu minggu depan.

Mama dan Papa         
Setelah sholat subuh, aku mengurung diri di kamar sambil menangis. Bukan karena ditinggal orang tuaku, tapi gameboy kesayanganku juga dibawa. Aku terlelap dengan aliran bekas airmata dan terbangun pada siang hari dengan setumpuk airliur yang tampak kering. Aku terkejut pintu tua kandang ini di ketuk dengan sangat keras. “Woi udah siang dasar kerbau!” saut suara kakek itu dari luar. Saat kubuka pintu itu dengan kasar, kakek menyebalkan itu langsung menarik tanganku dan membawaku ke dalam hutan yang lebat dengan motor tuanya.
“ Ini hukumanmu karena tidak sopan sama orang tua” ketus kakek itu.
Lagi dan lagi aku menangis, lagi dan lagi karena rindu gameboyku. Dilemparkannya sebuah korek gas kearahku dan kakek itu lari dengan motor tuanya meninggalkanku, “Ah nanti juga kakek itu tidak tega dan balik lagi” gumamku kesal dalam hati.
Detik berubah menjadi jam, siang menjelang sore. Aku berjalan mencari jalan keluar karena kurasa hutan ini sangat dekat dengan kebun kopi itu. Perut buncitku mengerang lapar, kulihat sebuah pohon pisang namun ada selembar kertas menempel dengan tulisan yang sangat rapih seperti diketik namun ada ciri bekas tintanya pada kertas tersebut dan sangat malas kubaca, “Mana mungkin kampung kuno ini ada komputer” celetukku sambil tertawa kecil. Namun saat kubaca kertas itu saat hendak mengambil pisangnya bulu kuduk ini merindik dan kaki bergetar,
“ Ini adalah pohon yang tumbuh bersama dengan kenangan suram perjuangan para pemuda zaman penjajahan. Darah bukan air yang menyuburkan, jantung bukan biji yang menjadi sumbernya, dan rambut dari jasad – jasad yang dikuburlah yang menjadi akarnya ”
Aku lari kucar – kacir menjerit ketakutan, lelah langkahku terhenti dengan nafas yang berat. “Dimana lagi ini!?” ketusku kesal. Tidak berselang beberapa lama, tercium aroma kopi yang menarik hidung untuk mengikuti arah aroma itu. Aroma yang sangat nikmat, membawaku kehadapan sebuah tebing yang lumayan tinggi. Kudaki dengan perlahan, demi mengetahui siapa tahu ada seseorang yang bisa menuntun aku keluar dari hutan ini. Sesampainya dipuncak tebing, tangan ini sangat lemah dan kakiku pun terasa tidak seimbang. Mataku perlahan tertutup, namun tiba-tiba tanganku digenggam kencang. Mataku terbuka kembali, kepalaku menegak keatas melihat ternyata si kakek berjanggut itu. Dengan gerangan seorang kakek tua, menarik keatas tangan menyelamatkan anak gendut yang manja ini.
Dengan lemas aku tergulai di hamparan tanah. Waktu semakin larut sore, aku tak sadarkan diri dan terbangun dengan kehangatan api unggun. Aku mendudukkan tubuhku, tiga buah pisang sudah ada di depanku. Dengan lihai seperti kera, aku kuliti pisang-pisang tersebut dan kulahap dengan rakus. Aku menoleh kedepan. Kakek pemarah itu termenung, kuhampiri ia dan tangan kunonya itu meracik kopi harum itu.
“ Pahamilah bahwa alampun menolak sifatmu yang manja, ini adalah medan tempurku bersama timku dulu. Pohon pisang yang kamu temui itu adalah kuburan massal timku yang terjebak dan memilih untuk disiksa lalu mati daripada mengorbankan informasi para pejuang Indonesia. Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri, setelah aku berhasil kabur aku megintip disela-sela semak belukar, peluru menembus kepala yang wajahnya sangat marah membara memperjuangkan kemerdekaan kita. Dimana letak rasa syukur mu, anak muda?” ucapnya sambil menatapku dengan mata yang berkaca-kaca dan sesekali mengalirkan air mata.
Aku tercengang dan bisu, kakek bernama Tuk Awun itu yang pemarah tiba-tiba menjadi tenang dan sangat khusyuk menikmati kehangatan dan kedinginan malam yang beradu di puncak tebing tersebut. Seakan-akan hati menyalahkan sikapku selama ini yang manja. “Ini minumlah, kopi inilah yang membuatku sanggup melewati hidup dengan kenangan suram itu” ucap lembut Tuk Awun. Kuminum sedikit-sedikit, mataku terbuka lebar, kagum dengan kelezatan kopi dari kebun yang dibicarakan ayahku sewaktu di mobil. “Ayahmu dan Pak Soleh adalah yatim piatu semasa kecilnya, aku mendidik mereka dengan didikan yang sangat keras. Entah bagaimana bisa ayahmu memanjakanmu sedangkan dulu ia sangat aku miskinkan. Kami bertiga tumbuh dihutan ini dan tidur di kebun itu. Kami bertiga yang merawat kebun itu, ayahmu adalah seorang petualang, setiap malam berkelana mencari hal-hal yang ia perlukan untuk esok. Sampai suatu saat ayahmu memutuskan untuk ikut akademi militer, dan Soleh memutuskan untuk merawatku dan kebun kopi terlezat yang kami tanam” ucap Tuk Awun dengan sorot wajah seperti buta.
Kami berdua berpetualang menjelajahi hutan, sifat manjaku seketika hilang semenjak mengerti apa gunanya kemerdekaan setelah susah payah diperjuangkan jika aku hanya menyia-nyiakan waktu mudaku. Setelah seminggu kemudian yang tiada hari tanpa aktifitas berolahraga, bobot berat badanku turun dengan sangat mengejutkan. Hasil dari olahraga dan petualangan di hutan membuatku lupa akan makanan yang membuatku manja dulu. Ibuku penuh rindu memeluk tubuhku yang masih bergemulai dan anehnya aku menitikkan airmata karena aku mulai sadar, cinta dari seorang Ibu itu besar namun selalu tertutup dengan keikhlasan senyuman dan kelembutan hati.
Kenangan yang sangat mengesankan, kebiasaan di kampung ini lah yang menjadi kebiasaan dirumahku dan membuat tubuh kerbauku menjadi gagah perkasa. Kerinduan terhadap kakek itu semakin tak terbendung, kucari Pak Soleh di restoran kampungnya, namun yang kudapati seorang pria yang lebih muda dariku. “Dimana Pak Soleh?” tanyaku. “Bapak sedang belanja kak, ada keperluan apa kak?” balas tanya dari pria muda itu yang ternyata anak Pak Soleh dengan penuh keluguan. Lalu kutelusuri tempat dulu aku sempat menginap, langkahku terhenti di hadapan sebuah batu nisan bernamakan “Soemawun Cipto”. Lututku bertumpu pada tanah dan rerumputan, rasa tak percaya dan rasa tak ikhlas akan kerinduan yang tak ada obatnya. Beliau, sang kakek pemarah sudah melepaskan semua ikatannya di dunia. Bibirku membiru saking patahnya semangatku. Beliau, sang pejuang kemerdekaan yang semasa tuanya mendidik anak-anak nakal sepertiku. Air mata deras menyebrangi hitamnya pipiku, dalam hati penuh doa dan dalam jiwa penuh rindu. Ditepuknya pundakku, aku menoleh dan kulihat seseorang yang memakai peci merah, Pak Soleh yang tampak menua, “Sudahlah nak, relakan saja biar beliau tenang disana” ucap Pak Soleh mencoba menenangkan.
Masih termenung mengenang sosok Tuk Awun, Pak Soleh meracik sebuah kopi dari bubuk yang aromanya sangat kukenal. Tapi aroma wangi kopi tersebut kalah dengan aroma bau badan khas Tuk Awun. Kuminum perlahan, lagi-lagi air mata menetes dari mata yang biasa membidik sasaran latihan di camp tempat ditugaskan. Karena pahlawan berjanggut putih itu, sang kakek yang pemarah, pejuang yang menderita akan masa lalu yang suram, anak manja menjadi perwira tangguh.

----
PROFIL PENULIS

Assalamualaikum wr. wb.

Nama saya Ifan Ahmad, lahir di Jakarta, 15 Juni 2000. Hobi menggambar dan mengedit foto, menulis kadang – kadang. Bercita-cita masuk surga. Kelas 11/2 SMK Islam PB. Soedirman 2 Cijantung. Motto Fii Sabilillah. Bertempat tinggal di Kampung Tengah, Jakarta Timur. 

Kamis, 10 Desember 2015



Gambar: motorbaru.com

Halo Cicaker, kembali lagi saya dari kesibukan yang semakin melangit langsung saja hari ini saya akan membahas yang banyak dibicarakan orang-orang sekarang. Dikutip dari Kompas.com,  Polisi menegaskan akan menindak kendaraan bermotor yang dimodifikasi tanpa izin yang sah dari pihak berwenang. 

Sabtu, 07 Februari 2015


Setelah kemarin saya mengepost tentang vga murah terbaik kali ini saya akan ngepost tentang vga kelas menengah terbaik. yuk kita simak beberapa vga berikut....

Kali ini untuk kelas menengah kubu merah berada di posisi pertama dengan kartu grafis nya yaitu AMD Radeon Hd R7 260x Yuk kita simak beberapa informasi mengenai kartu grafis ini.

1.AMD Radeon Hd R7 260x
 
AMD Radeon Hd r7 260x sejati nya adalah rebrand dari radeon hd 7790, namun kartu grafis ini tentunya di lengkapin dengan beberapa teknologi terbaru dari amd. Kartu Grafis ini sangat cocok untuk gamer yang membutuhkan performa yang baik dengan budget tidak terlalu mahal karena dengan vga ini gamer bisa memainkan games di reso full hd yaitu 1080x1920 tetapi setingan juga harus di mainkan agar tidak terjadi lag pada game tertentu. walaupun performa nya baik tetapi vga ini hanya memerlukan 85watt TDP beda dengan pendahulunya yang memerlukan watt yang banyak. oh iya satu lagi, anda bisa meminang kartu grafis ini di rentang harga Rp 1.6 jt - Rp 2.3 jt tergantung merk dan kurs dollar.

Berikut spesifikasi nya : 
GPUBonnaire (GCN)
Process28nm
Shader Units896
Texture Units56
ROPs16
Core Clock1000MHz
Memory Clock1500MHz GDDR5
Memory Bus128-bit
Memory Bandwidth96.0GB/s
Memory Capacity1GB
DirectX, Shader, OpenGL11/5.0/4.2
Max. TDP85W
Aux. Power Connector(s)1x 6-pin
Min. Power Supply500W
  
Di urutan Kedua di tempati oleh si kubu hijau yaitu NVIDIA dengan kartu grafis nya yaitu gtx 750ti

2. NVIDIA Geforce Gtx 750ti

Di saat pesaing nya yaitu amd radeon hd r7 260x menawarkan performa yang luar biasa dengan harga lumayan murah ,NVIDIA justru mengeluarkan kartu grafis nya yaitu gtx 750ti.
apa keistimewaan kartu grafis ini? Keistimewaannya terletak pada penggunaan daya nya yang sangat irit karena kartu grafis tidak memerlukan pin daya dari power supply ini sangat cocok untuk gamer yang memerlukan irit daya pada pc nya karena dengan power supply 300 watt saja kartu grafis ini sudah bisa berjalan dengan lancar tanpa harus menghitung daya keluaran dari kartu grafis ini. walaupun kartu grafis ini sangat irit daya kartu grafis ini bisa memainkan game-game berat seperti asassin creed unity yang di klaim gamer game paling berat, namun prosessor dan hardware2 lain juga harus mendukung dan settingan harus di mainkan agar nyaman saat bermain. anda bisa membeli kartu grafis ini di rentang harga Rp 1.7 jt - Rp 3.1 jt tergantung merk dan kurs dollar.

Berikut spesifikasi nya : 
GPUGM107
Process28nm
Shader Units600
Texture Units40
ROPs16
Core Clock1020/1085
Memory Clock1350MHz GDDR5
Memory Bus128-bit
Memory Bandwidth86.4GB/s
Memory Capacity1 or 2 GB
DirectX, Shader, OpenGL11/5.0/4.3
Max. TDP60W
Aux. Power Connector(s)N/A
Min. Power Supply300W



Nah bagaimana tertarik untuk memilikinya.......

Sumber : Google.com
                Pengalaman
  

Jumat, 06 Februari 2015





Dari sekian banyak vga yang beredar di pasaran berikut kami pilih beberapa vga murah yang memiliki kualitas yang bagus menurut kami :


Di Urutan Paling Atas di tempati oleh nvida dengan produk nya yaitu


NVIDIA Geforce Gt 730



Di kutip dari Tomshardware.com


Our recommendation is Nvidia's GeForce GT 730 64-bit GDDR5. This card is essentially a GeForce GT 640 with more memory bandwidth. As a result, it lands between its predecessor and the GeForce GTX 650. That's a great starting point for gamers on a tight budget. If you're in the market for a solid sub-$100 discrete board, just be sure you have the 64-bit GDDR5 version in your shopping cart; the 128-bit model is actually slower due to a less-powerful GPU.


Rekomendasi kami adalah Nvidia GeForce GT 730 64-bit GDDR5. Kartu ini adalah dasarnya 640 GeForce GT dengan lebih banyak memori bandwidth. Akibatnya, mendarat antara pendahulunya dan GeForce GTX 650. Itu adalah titik awal yang bagus untuk gamer pada anggaran yang ketat. Jika Anda berada di pasar untuk papan diskrit padat sub-$100, hanya pastikan Anda memiliki versi 64-bit GDDR5 dalam keranjang belanja Anda; model 128-bit benar-benar lambat karena GPU yang kurang-kuat.






Di posisi kedua di tempati oleh Kubu Merah yaitu Radeon Hd 7770


AMD Radeon R7 250x




AMD Radeon R7 250x adalah rebrand dari hd 7770, namun yang membuat nya spesial adalah vga ini dlengkapi oleh teknologi terbaru seperti True audio dan GCN (graphic core next) yang tidak ada pada  hd 7770. walaupun harga nya murah vga ini bisa memainkan game yang memiliki system requirement yang tinggi seperti battlefield namun settingan pada game juga harus di seimbangkan agar nyaman saat bermain. kamu bisa meminang vga ini dengan budget sekitar 1 jutaan tergantung merk juga tentunya.



Bagaimana Tertarik memilikinya........

(^_^)


Sumber : tomshardware.com
               Google.com





Anda Pengunjung ke-

Categories

Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts

Like yuk!